Siapa yang belum tahu tentang Jam Gadang Bukittinggi? bagi Anda yang ingin mengunjung provinsi sumatra barat jangan sampai melewatkan tempat wisata yang satu ini. Dari menara Jam Gadang, para wisatawan bisa melihat panorama kota Bukittinggi yang terdiri dari bukit, lembah dan bangunan berjejer di tengah kota yang sayang untuk dilewatkan. Simbol khas Sumatera Barat ini memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun. Sejarah jam Gadang dimulai pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Jam Gadang ini dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota).
Bangunan Jam Gadang mempunyai denah dasar berukuran 13 x 4 m. Sebelah dalam menara jam mempunyai tinggi 26 m itu tersusun dari sejumlah tingkat, dimana tingkat paling atas adalah area penyimpanan bandul. Bandul itu pernah patah sampai mesti diganti karena gempa di thn. 2007. Ada 4 jam yang mempunyai garis tengah tiap-tiapnya yaitu 80 cm. Jam itu dikirim langsung dari Rotterdam, Belanda lewat pelabuhan Teluk Bayur serta digerakkan menggunakan mekanik.
Rancangan menara jam tersebut dibuat Yazid Rajo Mangkuto. Pembuatan Jam Gadang menggunakan anggaran kurang lebih 3000 Gulden, terhitung spektakuler untuk kondisi saat itu. Semenjak pertama dibuat sampai diresmikannya, menara jam tersebut sudah sebagai titik perhatian tiap-tiap orang. Hal itu lah yang menyebabkan Jam Gadang selanjutnya digunakan menjadi penanda atau landmark sekaligus titik nol Kota Bukittinggi.
Mesin jam serta permukaan jam terdapat di satu tingkat di bawah tingkat teratas. Di sisi lonceng tercantum produsen jam yakni Vortmann Relinghausen. Vortman merupakan nama belakang pencipta jam, Benhard Vortmann, adapun Recklinghausen merupakan nama sebuah kota di Jerman sebagai daerah dibuatnya mesin jam di thn. 1892. Mesin Jam Gadang diyakini hanya ada dua di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat ini terpasang di Big Ben, Inggris. Mesin yang bekerja secara manual tersebut oleh pembuatnya, Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi nama Brixlion.
Semenjak dibangun, menara jam itu sudah melalui 4 kali renovasi model atapnya. Pertama dibangun di era Hindia-Belanda, atap Jam Gadang berwujud bulat yang mempunyai patung ayam jantan menjurus ke timur di atasnya. Berikutnya di waktu pendudukan Jepang diganti jadi model pagoda. Belakangan sesudah Indonesia merdeka, atap Jam Gadang diganti lagi jadi model gonjong atau atap rumah adat Minangkabau yaitu Rumah Gadang. Rehab paling akhir yang dilaksanakan terhadap Jam Gadang ialah di thn. 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) bersama bantuan pemerintah kota Bukittinggi serta Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Rehab itu diresmikan pas di ulang tahun kota Bukittinggi ke 262 yaitu 22 Desember 2010 silam.
0 comments:
Post a Comment