Bromo merupakan nama
sebuah gunung berapi yang berada di jawa timur tepatnya di kabupaten
probolinggo. Gunung Bromo termasuk gunung berapi yang masih aktif dan paling
terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur.
Gunung Bromo mempunyai
ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut dan di apit oleh empat wilayah,
yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang.
Pada Aktikel kali ini
saya akan membahasa tentang asal usul Gunung Bromo yang mana Bagi penduduk
Bromo, suku Tengger, Gunung Brahma (Bromo) dipercaya sebagai gunung suci.
Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo.
Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo
utara dan dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah
malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan
Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Legenda ini di mulai
kala ketika kerajaan majapahit mengalami serangan dari berbagai daerah penduduk
pribumi kebingungan untuk mencari tempat tinggal hingga pada akhirnya mereka
terpisah menjadi 2 bagian yan pertama menuju ke gunung Bromo, kedua menuju
Bali. Ke 2 tempat ini sampai sekarang mempunyai 2 kesamaan yaitu sama – sama
menganut kepercayaan beragama Hindu. Disebut suku Tengger di kawasan Gunung
Bromo, Nama Tengger berasal dari Legenda Roro Anteng juga Joko Seger yang
diyakini sebagai asal usul nama Tengger itu. “Teng” akhiran nama Roro An-”teng”
dan “ger” akhiran nama dari Joko Se-”ger” dan Gunung Bromo sendiri dipercaya
sebagai gunung suci. Mereka menyebutnya sebagai Gunung Brahma. orang Jawa
kemudian menyebutnya Gunung Bromo.
Di sebuah pertapaan,
istri seorang Brahmana / Pandhita baru saja melahirkan seorang putra dengan
fisiknya sangat bugar dengan tangisan yang sangat keras ketika lahir, karenanya
bayi tersebut diberi nama ” JOKO SEGER “.
Di tempat sekitar
Gunung Pananjakan, pada waktu itu ada seorang anak perempuan yang lahir dari
titisan dewa. Wajahnya cantik juga elok. Dia satu-satunya anak yang paling
cantik di tempat itu. Ketika dilahirkan, anak itu tidak layaknya bayi lahir. Ia
diam, tidak menangis sewaktu pertama kali menghirup udara. Bayi itu begitu
tenang, lahir tanpa menangis dari rahim ibunya. Maka oleh orang tuanya, bayi
itu dinamai Rara Anteng.
Dari hari ke hari tubuh
Rara Anteng tumbuh menjadi besar. Garis-garis kecantikan nampak jelas
diwajahnya. Termasyurlah Rara Anteng sampai ke berbagai tempat. Banyak putera
raja melamarnya. Namun pinangan itu ditolaknya, karena Rara Anteng sudah
terpikat hatinya kepada Joko Seger.
Suatu hari Rara Anteng
dipinang oleh seorang bajak yang terkenal sakti dan kuat. Bajak tersebut
terkenal sangat jahat. Rara Anteng terkenal halus perasaannya tidak berani
menolak begitu saja kepada pelamar yang sakti. Maka ia minta supaya dibuatkan
lautan di tengah-tengah gunung. Dengan permintaan yang aneh, dianggapnya
pelamar sakti itu tidak akan memenuhi permintaannya. Lautan yang diminta itu
harus dibuat dalam waktu satu malam, yaitu diawali saat matahari terbenam
hingga selesai ketika matahari terbit. Disanggupinya permintaan Rara Anteng
tersebut.
Pelamar sakti tadi
memulai mengerjakan lautan dengan alat sebuah tempurung (batok kelapa) sehingga
pekerjaan itu hampir selesai. Melihat kenyataan demikian, hati Rara Anteng
mulai gelisah. Bagaimana cara menggagalkan lautan yang sedang dikerjakan oleh
Bajak itu? Rara Anteng merenungi nasibnya, ia tidak bisa hidup bersuamikan
orang yang tidak ia cintai. Kemudian ia berusaha menenangkan dirinya. Tiba-tiba
timbul niat untuk menggagalkan pekerjaan Bajak itu.
Rara Anteng mulai
menumbuk padi di tengah malam. Pelan-pelan suara tumbukan dan gesekan alu
membangunkan ayam-ayam yang sedang tidur. Kokok ayam pun mulai bersahutan,
seolah-olah fajar telah tiba, tetapi penduduk belum mulai dengan kegiatan pagi.
Bajak mendengar
ayam-ayam berkokok, tetapi benang putih disebelah timur belum juga nampak.
Berarti fajar datang sebelum waktunya. Sesudah itu dia merenungi nasib sialnya.
Rasa kesal dan marah dicampur emosi, pada akhirnya Tempurung (Batok kelapa)
yang dipakai sebagai alat mengeruk pasir itu dilemparkannya dan jatuh
tertelungkup di samping Gunung Bromo dan berubah menjadi sebuah gunung yang
sampai sekarang dinamakan Gunung Batok.
Dengan kegagalan Bajak
itu membuat lautan di tengah-tengah Gunung Bromo, suka citalah hati Rara
Anteng. Ia melanjutkan hubungan dengan kekasihnya, Joko Seger. Kemudian hari,
Rara Anteng dan Joko Seger menikah sehingga menjadi pasangan suami istri yang
bahagia, karena keduanya saling mengasihi dan mencintai.
Pasangan Rara Anteng
dan Jaka Seger membangun pemukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger
dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, maksudnya “Penguasa Tengger
Yang Budiman”. Nama Tengger diambil dari akhir suku kata nama Rara Anteng dan
Jaka Seger. Kata Tengger berarti juga Tenggering Budi Luhur atau pengenalan
moral tinggi, simbol perdamaian abadi.
Dari waktu ke waktu
masyarakat Tengger hidup makmur dan damai, namun sang penguasa tidaklah merasa
bahagia, karena setelah beberapa lama pasangan Rara Anteng dan Jaka Tengger
berumahtangga belum juga dikaruniai keturunan. Kemudian diputuskanlah untuk
naik ke puncak gunung Bromo untuk bersemedi dengan penuh kepercayaan kepada
Yang Maha Kuasa agar di karuniai keturunan.
Tiba-tiba ada suara
gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat bila
telah mendapatkan keturunan, anak yang bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung
Bromo, Pasangan Roro Anteng dan Jaka Seger menyanggupinya, kemudian
didapatkannya 25 orang putra-putri, namun naluri orang tua tetaplah tidak tega
bila kehilangan putra-putrinya. Pendek kata tentang Sejarah Gunung Bromo |
Legenda Bromo Tengger, pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger ingkar janji, Dewa
menjadi marah dengan mengancam akan menimpakan malapetaka, kemudian terjadilah
prahara keadaan menjadi gelap gulita sehingga kawah Gunung Bromo menyemburkan
api.
Kusuma anak bungsunya
lenyap dari pandangan terjilat api kemudian masuk ke kawah Bromo, bersamaan
hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib: ”Saudara-saudaraku yang kucintai, aku
telah dikorbankan oleh orang tua kita dan Hyang Widi menyelamatkan kalian semua.
Hiduplah damai dan tenteram, sembahlah Syah Hyang Widi. Aku ingatkan agar
kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji yang berupa hasil
bumi kemudian di persambahkan kepada Hyang Widi asa di kawah Gunung Bromo.
sampai sekarang kebiasaan ini diikuti secara turun temurun oleh masyarakat
Tengger dan setiap tahun diadakan upacara Kasada di Poten lautan pasir dan
kawah Gunung Bromo.
Semoga cerita ini
menjadi sejarah budaya yang tak terlupakan, hingga sampai sekarang Gunung Bromo
menjadi tempat begitu indah juga menjadi lokasi Wisata Bromo meski di selimuti
banyak misteri.